Kebijakan Ekonomi Kreatif di Sektor Pertanian
1. Pendahuluan
: Kebijakan Ekonomi Kreatif di Sektor Pertanian
Perkembangan pertumbuhan ekonomi dunia mulai mengarah kepada
perkembangan ekonomi kreatif. Konsep Ekonomi Kreatif kemudian berkembang
dan didefiniskan sebagai ekonomi yang bertumpu kepada informasi dan kreativitas
yang mengutamakan ide dan pengetahuan dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai
faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Konsep ini mulai dikembangkan
di Inggris berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa saat ini
perekonomian mulai bergeser kepada berbagai industry yang mengedepankan
kreativitas sumberdaya manusianya ketimbang sumberdaya alam.
Kenyataannya saat ini adalah dalam pertumbuhan ekonomi dunia
terjadi perubahan struktur perekonomian dunia yang mengalami transformasi
dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari berbasis Sumber Daya Alam
(SDA) sekarang menjadi berbasis Sumberdaya Manusia, dari era pertanian ke era
industri dan informasi. Hal ini diungkapkan oleh Alvin Toffler
(1980) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi kedalam
tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi
pertanian, dan gelombang kedua adalah ekonomi industry serta gelombang
ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Setelah Ketiga
gelombang ekonomi menurut Alvin Toffler tersebut maka berkembang gelombang
berikutnya yang oleh Howkins (2001) disebut sebagai ekonomi kreatif melalui
bukunya “The Creative Economy: How People Make Money from Ideas”. Istilah
“Ekonomi Kreatif” mulai dikenal secara global sejak munculnya buku tersebut
yang menyebutkan bahwa kemunculan ekonomi kreatif dimulai saat ekspor karya hak
cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan yang jauh melampaui ekspor
sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Howkins juga
menyebut ekonomi kreatif ini sebagai ekonomi cultural.
Di Indonesia, perkembangan ekonomi kreatif menjadi perhatian
yang dimulai dengan Kementerian Perdagangan pada tahun 2009 yang mendefinisikan
ekonomi kreatif sebagai “Era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan
kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari sumber daya
manusianya sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya”
Perkembangan Ekonomi kreatif di Indonesia juga menyentuh kebijakan sektor
pertanian. Pada dasarnya kegiatan ekonomi kreatif di pertanian adalah
kegiatan ekonomi pada sektor pertanian yang didasarkan kreativitas, ketrampilan
dan bakat individu, yang merubah pola pikir pemanfaatan sumberdaya alam sebagai
basis pertanian menjadi berbasis sumberdaya manusia dimana input utamanya
adalah Gagasan untuk menciptakan inovasi-inovasi, daya kreasi dan daya cipta
individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan ekonomi kreatif di sektor pertanian dikembangkan
sesuai dengan Instruksi Presiden RI no 6 tahun 2009 tentang Pengembangan
Ekonomi Kreatif. Berdasarkan konsep Kementerian Pertanian, maka konsep
lingkup ekonomi kreatif sektor pertanian : 1)Desain produk, 2) desain kemasan,
3) Pengembangan produk; 4) Pemanfaatan hasil samping dan limbah pertanian; 5)
Kerajinan dari hasil pertanian; 6) Agrowisata; 7) Taman dan olah bentuk
tanaman; 8) Pengembangan pupuk organik (padat dan cair); 9) Pengembangan
pestisida hayati ( Bio pestisida); 10) Pengembangan alat/ mesin tepat guna bagi
usaha on farm dan off farm; 11) Pengembangan energi terbarukan ( Biofuel, Biogas,
dan Biomass); 12) Wisata budaya terkait dengan pertanian. (http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/pengembangan-ekonomi-kreatif-sektor-pertanian)
2. Perkembangan
Industri Susu Nasional
Indonesia sebagai negara agraris dengan jumlah penduduk mencapai
220 juta atau terbesar ke-4 di dunia adalah pasar yang potensial dan peluang
besar bagi para pelaku industri, tak terkecuali dengan industri pengolahan susu
(IPS). Industri pengolahan susu mempunyai peranan penting dan strategis dalam
upaya penyediaan dan pencukupan gizi masyarakat oleh karena itu keberadaanya
akan terus dipertahankan seiring dengan peningkatan gizi masyarakat dalam rangka
mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan. Konsumsi masyarakat Indonesia
terhadap produk susu masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara
berkembang lainnya. Konsumsi perkapita di Indonesia saat ini hanya 10,3 Kg per
kapita pertahun. Masyarakat Indonesia mengkonsumsi susu segar sekitar 18% dari
total konsumsi susu, sementara 82% merupakan konsumsi susu bubuk. Industri
Pengolahan Susu (IPS) masih sangat tergantung dengan bahan baku dari impor yang
mencapai 70% dalam bentuk susu powder (skim dan cream milk).
Saat ini impor susu sebesar 181,2 ton dengan total nilai US$ 665
juta dan sebagian besar atau 70% dari total impor tersebut adalah merupakan
bahan baku. Sedangkan impor produk dari susu dengan nilai US$ 146,28 juta.
Harga bahan baku susu di Indonesia sangat dipengaruhi harga internasional yang
sangat berfluktuatif naik turunnya, dimana pada tahun 2009 mencapai harga US$
2.000 per Ton. Namun pada saat ini harga sudah diatas US$ 2.000 per Ton dan
diprediksi tahun-tahun mendatang harga akan meningkat kembali.
Dengan adanya Inpres No.4/1998 yang merupakan bagian dari LoI yang
ditetapkan IMF, maka ketentuan pemerintah yang membatasi impor susu menjadi
tidak berlaku lagi sehingga IPS besar mempunyai pilihan untuk memenuhi bahan
baku yang dibutuhkan yaitu susu segar dalam negeri maupun dari impor. Oleh
karena kebebasan dalam memilih bahan baku tersebut membuat peternak lokal
harus mampu bersaing dengan produk susu dari luar negeri baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas.
Ketergantungan bahan baku industry pengolahan susu terhadap
impor telah membuat Industri pengolahan susu nasional mengalami perkembangan
yang lambat. Hal ini disebabkan sulitnya bagi industri pengolahan susu
baru di dalam negeri mengandalkan impor sebagai pasokan bahan bakunya. Investasi
pabrik baru berbasis susu bubuk membutuhkan investasi yang cukup besar dan juga
sulitnya menembus pasar yang telah dikuasai oleh Industri Pengolahan Susu skala
besar, maka sulit bagi Industri susu baru untuk memasuki pasar. Industri
Pengolahan Susu (IPS) yang sekarang ada di Indonesia merupakan asosiasi
produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia, PT Ultra
Jaya, PT Frisian Flag, PT Sari Husada, dan PT Indolacto-Indomilk. IPS merupakan
penyerap susu terbesar dari peternak. Sekitar 80-90 persen produksi susu
peternak Indonesia dipasok kepada IPS. Produksi susu dalam negeri data tahun
terakhir (2011) 925 juta Ton yang hanya memberi kontribusi 30,4 persen
kebutuhan susu nasional. Seiring dengan dibebaskannya perusahaan pengolahan
susu untuk tidak selalu menyerap susu dari peternak dan diberikannya kebebasan
impor susu, maka para peternak harus mampu bersaing dengan produk susu dari
luar negeri. Berikut tabel produksi susu oleh IPS besar. Namun diantara
sulitnya pasar susu Indonesia, terdapat beberapa perusahaan skala kecil dan
menengah yang mampu bersaing. Hal ini tidak lepas dari kemampuan mereka
untuk memanfaatkan peluang pasar yang tidak dimasuki oleh IPS besar.
3. Pertumbuhan dan
Persaingan Pada Industri Susu Cair Nasional
Dari ketiga jenis olahan susu yang paling popular di Indonesia
tersebut, susu cair merupakan produk susu yang semakin meningkat dalam beberapa
tahun terakhir. Dari produksi 126.923 ton pada tahun 2004 meningkat
mencapai 282.080 ton pada tahun 2009, dengan rata-rata pertumbuhan mencapai
17,4 persen. Peningkatan ini terjadi seiring dengan peningkatan kesadaran
akan pentingnya konsumsi susu bagi kesehatan. Dalam enam tahun terakhir
volume dan nilai dari pasar konsumsi susu cair telah meningkat mencapai 16.3
persen and 20.6 persen. Pada tahun 2009 konsumsi susu cair Indonesia telah
mencapai volume 283.810 ton dengan nilai Rp. 4 trillion. Segmen pasar
susu cair diperkirakan terus meningkat sebesar 16.3 persen per tahun dan pada
tahun 2014 diperkirakan mencapai 604.970 ton (IFC, 2011).
Pertumbuhan susu cair tersebut pada tahun 2012 diantisipasi oleh
perusahaan pengolahan susu terkemuka di dalam negeri langsung memasang target
penjualan produk susu tahun ini bakal tumbuh 7% atau diperkirakan mencapai Rp
33,1 triliun. Keenam perusahaan pengolahan susu yang tergabung dalam Asosiasi
Industri Pengolahan Susu (AIPS) adalah PT Nestle Indonesia, PT Frisian Flag
Indonesia, PT Sari Husada, PT Indomilk, PT Ultrajaya, serta PT Indolakto yang
merupakan IPS besar. (http://www.livestockreview.com/2012/04/penjualan-produk-susu-dan-olahannya-tumbuh-7/)
Dominasi keenam perusahaan tersebut cukup besar untuk semua
jenis susu, namun perusahaan pengolah susu menengah dan kecil memiliki peluang
utnuk bersaing pada susu cair nasional. Hal ini terlihat pada tabel 4
yang menunjukkan beberapa perusahaan selain keenam perusahaan besar tersebut
dapat merebut pangsa pasar. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
tersesebut dapat sukses dengan melakukan inovasi dan positioning yang berbeda
dengan IPS besar tersebut di pasar susu cair. Salah satu perusahaan yang
berkembang dengan susu cair ini adalah PT. Cisarua Mountain Dairy.
4. Penerapan Konsep
Ekonomi Kreatif dalam Strategi PT. Cisarua Mountain Diary
4.1. Evolusi Bisnis Model 1 : Growth with Equity
PT. Cisarua Mountain Dairy didirikan pada tahun 2006 dan
merupakan salah satu anak perusahaan MACRO Group, yang bergerak di dalam bidang
pangan berbasiskan empat protein alami terbaik yaitu daging (PT. Macroprima
Panganutama), susu (PT. Cisarua Mountain Dairy), telur (PT. Java Egg
Specialities) dan kacang kedelai (PT. Indosoya Sumber Protein). Strategi
PT. Cisarua Mountain Dairy dalam mengembangkan perusahaannya didasarkan kepada
pola konsumsi susu di Indonesia dan kepedulian dengan kehidupan peternak susu
di Indonesia.
Visi Pembangunan PT. Cisarua Mountain Diary didasarkan kepada
masalah yang dihadapi oleh peternak sapi perah serta koperasi susu lokal,
yaitu, a) Petani merasa kesulitan untuk menjual produk mereka dengan mudah; b)
Investor mendirikan pabrik yang berbasis susu bubuk sebagai bahan baku bukan
segar susu; c) Harga susu segar tidak cukup untuk menutupi biaya investasi dan
memberikan margin keuntungan yang wajar; d) Sebagian besar petani tidak bisa
keluar dari siklus kemiskinan dan telah beralih untuk menjual aset mereka. Atas
dasar hal tersebut, maka visi bisnis yang dikembangkannya adalah i)
menciptakan pasar bagi peternak sapi perah lokal sehingga melindungi dan
membangun kapasitas lokal, ii) memainkan peran penting dalam penanggulangan
kemiskinan di daerahnya ; dan iii) Berbekal pengetahuan bahwa susu segar murni
sebenarnya lebih bergizi dan lebih sehat daripada non-diperkaya susu bubuk, -
dalam membantu membangun kehidupan yang lebih baik bagi orang di sekitarnya di
bagian belakang, sebagai serta menyediakan lebih sehat dan susu bergizi di
ujung depan ke pasar konsumsi. (Suhartomo, et. Al, 2010).
Tahapan strategi bisnis yang dikembangkan adalah (Suhartomo, et.
Al, 2010). :
1.
Strategi pertamanya
ketika memulai operasi pabrik adalah untuk menyerap susu segar dari petani
lokal dengan harga yang sangat kompetitif, selama mereka bisa memberikan susu
segar dengan kualitas premium. Ini jelas insentif yang signifikan bagi
peternak sapi perah dan kembali memotivasi mereka untuk melanjutkan kehidupan
mereka, dan meningkatkan standar kehidupan mereka.
2.
Strategi kedua adalah
untuk kembali mengubah persepsi dan meningkatkan kesadaran akan keunggulan susu
segar lebih susu bubuk. Mulai secara lokal melalui anak-pabrik-kunjungan
sekolah, film promosi dan pendidikan dan intervensi lain, baik lokal maupun
regional. Strategi ini bekerja dengan baik dan dengan sukses dalam mendidik dan
merangsang orang untuk mengubah persepsi mereka tentang susu segar, dan telah
menarik semakin banyak orang mengkonsumsi susu segar bukan susu bubuk.
Perusahaan pada umumnya akan mengejar keuntungan dan pertumbuhan
perusahaan dengan melakukan aktivitas yang menguntungkan dirinya baik kepada
supplier ataupun pasar. Perusahaan tersebut akan berusaha meningkatkan
daya tawarnya dan melakukan penawaran yang paling baik untuk kepentingan
perusahaannya. Hal ini tidak terjadi dalam bisnis PT. Cisarua Mountain
Diary, dimana upaya pertumbuhan perusahaan akan dilakukan dengan menyebarkan
pertumbuhan perusahaan tersebut kepada mitranya.
Upaya pertumbuhan bisnis yang dilakukan oleh PT. Cisarua
Mountain Diary didasarkan kepada fakta bahwa sektor supply bahan baku ternyata
menjadi titik lemah dari rantai nilai Cimory. Beragamnya kualitas dari
pasokan bahan baku yang dikirimkan menuju Cimory, menjadi tantangan bagi perusahaan
untuk meningkatkan usahanya. Oleh karena itu, PT. Cisarua Mountain Diary
mengembangkan bisnisnya dengan bekerjasama dalam bahan baku susu dan memberikan
insentif bagi peternak yang menghasilkan susu dengan kualitas dan kuantitas
yang baik.
Insentif yang diberikan oleh PT. Cisarua Mountain Diary
bertujuan untuk mendorong pertumbuhan bisnis perusahaannya dan juga pada saat
yang bersamaan mondorong pertumbuhan oeternak sapi sebagai mitra
utamanya. Walaupun terdapat dua anak perusahaan dari Macro Group sebagai
induk perusaan dalam rantai nilai pengolahan susu segar PT. Cisarua MOuntai
Diary tidak otomatis menjadikan perusahaan memposisikan diri sebagai pemilik
daya tawar paling tinggi dibandingkan dengan pelaku bisnis lainnya seperti
pemasok ataupun agen penjualan. Tujuannya adalah agar pertumbuhan bisnis
perusahaan akan dirasakan manfaatnya dalam pertumbuhan bisnis mitra
peternak. Hal ini adalah merupakan keseimbangan pertumbuhan usaha (growth
with equity) dalam rantai nilai.
Hal ini terlihat pada hubungan antara perusahaan dengan
pihak pemasok akan terus diperbaharui dan dievaluasi kontrak kerjasamanya
setiap tahun. Dalam perjanjian kerjasama tersebut, perusahaan menawarkan dua
buah opsi kepada pihak KUD, berupa pemberian keuntungan dalam bentuk saham atau
peningkatan harga susu yang lebih mahal. Pada umumnya peternak memilih
mendapatkan harga susu 10 persen lebih mahal dibandingkan harga susu segar
lainnya kepada pihak KUD dengan keuntungan 10 persen untuk pihak KUD. Tentunya
hal ini merupakan contoh growth with equity.
4.2. Evolusi Bisnis Model 2 : Integrasi Vertikal
PT. Cisarua Mountain Diary, mengembangkan bisnisnya dengan
strategi memanfaatkan perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia dari
mengkonsumsi susu bubuk menjadi susu segar olahan. Manfaat dari strategi
tersebut adalah mengembangkan produksi berbahan baku lokal serta menaikkan
taraf hidup para peternak, dan dengan upayanya tersebut PT. Cisarua Mountain
Dairy menyerap susu lokal dengan harga yang sangat baik. Dengan strategi tersebut,
maka berbagai aktivitas kreatif dalam bisnis mendorong PT. Cisarua
Mountain Dairy sebagai IPS yang memiliki jenis produk turunan susu yang paling
lengkap dan inovatif dengan basis produk pada Susu Pasteurisasi, Yoghurt, Keju
dan Roti.
Kreativitas dalam aktivitas bisnis PT. Cisarua Mountain Diary
dapat dipetakan dengan rantai nilai. Dari hasil pemetaan rantai nilai
yang dilakukan pada Cimory, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, bahwa
aktor-aktor yang terlibat dalam rantai nilai Cimory berjumlah hingga mencapai 7
aktor, dengan rincian (Arjakusuma, 2011):
1. Pemasok
Bahan Baku (Susu Murni)
•
KUD Giri Tani
•
KUD Cipanas
•
KUD Sukabumi
2. Pemasok Bahan
Pendukung
•
PT. Kiva Citra (Gula)
• PT.
Christian Hanssen (Bahan Pewarna)
•
PT. Inopec (Kemasan Yoghurt)
•
PT. Piramid Mulya Pac (Kemasan Susu)
3. PT. Cisarua
Mountain Dairy, Tbk.
4. Restaurant
Cimory
5. PT.
Macrosentra Niagaboga, Tbk.
6. Agen
Penjualan/Retailer
7. Konsumen
Peta rantai nilai pada PT. Cisarua Mountain Diary menunjukkan
adanya integrasi secara vertikal dalam bisnis industri pengolahan susu yang
dilihat dari peran keterlibatan perusahaan dari kerjasama dengan koperasi-koperasi
susu sampai dengan penjualan akhir. Kerjasama dengan yang terintegrasi dalam
manajemen pengelolaan kualitas susu yang dihasilkan melalui program insentif
bagi petani, telah menghasilkan produksi susu dengan jumlah kualitas yang
meningkat. Harga yang sangat kompetitif mendorong para peternak sapi
perah untuk meningkatkan kuantitas susu yang dihasilkan. Jika output adalah
rata-rata 9 liter per hari untuk setiap (sapi) di tahun-tahun sebelum
keberadaan Cimory itu, saat ini meningkat hingga 14 liter perhari untuk
masing-masing dan masih dengan kemungkinan perbaikan. Harga beli yang
Progresif melalui penetapan harga lebih tinggi untuk kualitas yang lebih tinggi
telah merangsang peternak untuk meningkatkan kualitas susu dengan meningkatkan
kualitas nutrisi, sehingga harga susu selalu meningkat dari waktu ke
waktu.
Jika sebelumnya produksi mengandalkan dari dalam perusahaan
terbatas dengan kapasitas, maka kerjasama petani dengan pola yang mengembangkan
kapasistas peternak tadi telah mendorong kapasitas produksi bahan baku menjadi
lebih tinggi dalam jumlah dan lebih baik dalam kualitas. Pendekatan
kerjasama peternak sapi dengan pola ini mendorong bisnis yang terintegrasi
secara vertikal yang menghasilkan efisiensi produksi bagi peternak dan juga mendorong
peningkatan skala usaha (economic of scale) bagi PT. Cisarua Mountain
Diary.
Intregrasi vertikal tersebut tidak hanya berhenti dalam
pengadaan bahan baku, tetapi hingga pengembangan dan penjualan produk.
Upaya mengembangkan industry pengolahan susu dengan mempersiapkan pemasaran
melalui restoran dan wisata edukasi telah meningkatkan integrasi bisnis
perusahaan kepada aktivitas pemasaran yang lebih luas. Selain itu, perusahaan
juga mengembangkan jalur pemasaran melalui “sister company” yang
bertindak sebagai distributor produk yaitu PT. Macrosentra Niagaboga. Hal
ini mendorong integrasi bisnis yang dilakukan oleh PT. Cisarua Mountain Dairy
lebih berkembang dalam pendekatan skala usaha secara ekonomi .
4.3. Evolusi Bisnis Model 3 : Inovasi dan Kreativitas
Aktivitas bisnis yang dilaksanakan oleh PT. Cisarua Mountain
Diary dalam perspektif ekonomi kreatif merupakan salah satu contoh keberhasilan
pengembangan sektor pertanian dengan pendekatan ekonomi kreatif. Hal ini
terlihat dengan pertumbuhan PT. Cisarua Mountain Diary yang mampu bertumbuh dan
menjadi industry pengolahan susu yang dikenal oleh masyarakat dengan produk
susu dan juga agrowisata sapi perahnya. Berbagai aktivitas PT. Cisarua
Mountain Diary mampu memanfaatkan berbagai peluang yang tidak dimanfaatkan oleh
IPS besar di Indonesia.
Berdasarkan perbandingan tersebut, terdapat dua ruang lingkup
ekonomi kreatif di sektor pertanian yang dilaksanakan oleh PT. Cisarua Mountain
Diary. Aktivitas tersebut berdasarkan analisis konsep ekonomi kreatif
yang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian tersebut, pertama adalah
pengembangan produk dan kedua adalah agrowisata.
4.3.1. Kreatifitas Pengembangan Produk
Sebagai perusahaan berbasis susu cair lokal, maka Produk yang
dikembangkan oleh PT. Cisarua Mountain Diary didasarkan dari pemanfaatan susu
cair lokal yang dikumpulkan dari peternak lokal. Untuk menjaga kualitas
susu cair yang tinggi, maka PT. Cisarua Mountain Diary mengembangkan program
khusus dengan insentif dan berbagai program pembelian dengan harga tinggi
sebagai insentif bagi peternak. Hal ini membawa dampak positif dengan
meningkatnya pasokan susu cair yang berkualitas dan pada akhirnya menghasilkan
berbagai produk yang dapat dikembangkan.
Pengembangan Produk yang dilakukan oleh PT. Cisarua Mountain
Dairy melalui pengembangan produk dasarnya yaitu susu segar atau Fresh
Milk. Fresh milk atau susu
segar adalah susu sapi segar yang mengalami proses pasturisasi untuk membunuh
99.99% bakteri yang ada dalam susu. PT. Cisarua Mountain Dairy menjadikan fresh
milk sebagai bahan dasar yang berkualitas dengan Proses pemanasan yang relatif
rendah pada suhu 72°C menjaga kualitas nutrisi dan rasa pada susu. Bahan Fresh
milk kemudian digunakan untukmenjadi bahan dasar dari semua produk susu seperti
yoghurt, keju, krim, ice cream. Varian susu segar pasturisasi yang
diproduksi adalah 7 varian rasa yaitu plain, chocolate, strawberry, coffee,
green tea, peach mango dan banana. Produk varian ini dikembangkan sebagai
bentuk kesadaran terhadap pola konsumsi susu segar yang baik haruslah rutin,
dan konsumsi rutin dapat menimbulkan kebosanan.
Pengembangan produk pada Industri Pengolahan Susu pada PT.
Cisarua Mountain Diary, selain menggunakan bahan baku susu segar, industri ini
juga membutuhkan bahan tambahan seperti gula, krim, minyak nabati, dan
lain-lain agar dapat diproses menjadi produk olahan lainnya. Jenis
diversifikasi produk susu meliputi : susu cair (UHT, pasteurisasi), susu bubuk,
susu kental manis, keju, mentega, yoghurt, dan es krim.
4.3.2. Kreatifitas Agrowisata
Kreatifitas yang dikembangkan PT. Cisarua Montain Diary tidak
hanya terbatas pada produk susu dan turunannya, namun juga dikembangkan dalam
bentuk Agrowisata. Menurut Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri
Pariwisara, Pos dan Telekomunikasi No. 204/KPTS/HK050/4/1989 dan No.
KM.47/PW.004/MPPT-89 tanggal 6 April, 1989, bahwa Wisata Agro adalah suatu
bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata
dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan
usaha dibidang agro yang dilakukan secara terus menerus. Berdasarkan
definisi tersebut, maka aktivitas yang dilakukan oleh PT. Cisarua Mountain
Diary merupakan agrowisata yang berbasis mempeluas pengetahuan.
Perusahaan sadar bahwa masyarakat perlu diedukasi terkait dengan
pola konsumsi susu segar. Oleh karena itu, perusahaan mengembangkan
Cimory Dairy Tour yang merupakan program gabungan antara pendidikan dan hiburan
atau sering dikenal sebagai ‘edutainment’.. Konsep program ini adalah untuk
memperkenalkan asal usul macam-macam produk susu, mulai dari peternakan sampai
proses pengolahan menjadi susu siap minum atau yang disebut sebagai ‘grass to
glass’. Pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan pada program
interaktif ini, adalah dengan mengembangkan film yang berjudul ‘from cow to
milk’ dan mendapat pengalaman seru yaitu memberi makan dan memeras sapi di
Cimory Mini Farm.
Pengembangan agrowisata di PT. Cisarua Mountain Diary merupakan
sebuah konsep yang berhasil memberikan positioning perusahaan dan merupakan
aktivitas promosi yang murah dan menghasilkan pendapatan bagi perusahaan.
Di sisi lain pengembangan agrowisata ini telah berhasil mengedukasi pasar
khususnya kaum ibu dan anak-anak mengenai pentingnya mengkonsumsi susu.
Hal ini akan membentuk pasar susu segar dan turunan olahannya dalam jangka
panjang.
Salah satu bentuk lain yang dikembangan dalam kreativitas
pengembangan usaha agrowisata adalah menyatukan agrowisata dengan wisata
kuliner. Wisata kuliner ini dikembangkaan dengan mengembangkan restaurant
di wilayah peternakan dan pabrik pengolahan susu. Hal ini menjadikan PT.
Cisarua Mountain Diary menjadi ikon bisnis di wilayah punyak, tidak hanya
karena produk susu olahannya akan tetapi karena wisata kulinernya.
4.4. Tahapan Daya Saing (Competitiveness
Stages)
Evolusi bisnis model yang dilakukan oleh PT. Cisarua Mountain
Diary telah menghasilkan daya saing yang kuat dalam industry pengolahan susu
nasional. Hal ini telah mendorong banyak perusahaan lain yang meniru
langkah bisnis PT. Cisarua Mountain Diary. Kreativitas bisnis yang dilakukan
oleh perusahaan dalam melakukan evolusi bisnisnya dapat dinilai dalam kerangka
analisis tahapan daya saing yaitu factor driven, efficiency driven dan
innovation driven yang dikembangkan oleh Porter (1990) dan Porter et al. (2002)
untuk daya saing negara.
Berdasarkan kerangka daya saing tersebut daya siang PT. Cimory
Mountain Diary dibangun dari tahapan Factor Driven yaitu pemenuhan bahan baku. Produksi
perusahaan terbatas oleh infrastruktur produksi. Oleh karena itu,
perusahaan melakukan upaya pemenuhan dengan melakukan pembelian bahan
baku. Pada tahapan ini perusahaan mengembangkan daya saingnya melalui
kerjasama dengan koperasi dan peternak susu untuk menghasilkan bahan baku yang
berkualitas dan dalam jumlah yang meningkat.
PT. Cisarua Mountain Diary kemudian melakukan bisnisnya dengan
mengintegrasikan kerjasama pemenuhan bahan baku dan koperasi dalam kerangka kerja
yang lebih besar. Upaya yang dilakukan dengan memberikan insentif kepada
peternak tersebut telah menghasilkan pertumbuhan perusahaan yang adil dan
seimbang (growth with equity). Hal ini menjadikan kerjasama bisnis semakin formal dan
menghasilkan kepastian bahan baku bagi perusahaan dan pada saat yang
sama. Kepastian bahan baku tersebut menghasilkan integrasi bagi produksi
dan juga pada saat yang sama memberikan tantangan bagi perusahaan untuk mampu
menjual produk olahannya ke pasar yang lebih besar dan memberikan keuntungan
usaha yang baik. Upaya ini dilakukan perusahaan dengan mengembangkan
pemasaran melalui mengintegrasikan anak perusahaan dari induk grup perusahaan
dalam bidang pemasaran produk hasil olahan. Pada tahapan ini perusahaan
memasuki tahapan efficiency driven.
Daya saing perusahaan kemudian dikembangkan pada tahapan lebih
lanjut dengan mengembangkan inovasi dalam bisnisnya. Tahapan ini adalah
tahap innovation
driven. Inovasi yang
dilakukan adalah terkait dengan produk dan agrowisata serta bisnis
kuliner. Perusahaan mengembangkan kreativitasnya dalam mengembangkan
berbagai produk olahan susu yang mampu menarik minat konsumen. Upaya ini
membedakan PT. Cisarua Mountain Diary dengan perusahaan lain dan upaya ini
meningkatkan daya saing perusahaan. Inovasi perusahaan kemudian dilakukan
dengan mengembangkan agrowisata dan wisata kuliner. Hal ini membuat
kombinasi kreativitas dalam pemasaran yang menjadikan positioning PT. Cisarua
Mountain Diary berbeda dari industri pengolahan susu lainnya, sekaligus
memperkuat dan meningkatkan nilai daya saing perusahaan.
5. Penutup
Persaingan usaha di masa depan akan semakin ketat, oleh karena
itu diperlukan kreatifitas dan inovasi agar mampu bertahan dalam bisnis.
Perkembangan ekonomi dunia dari industry dasar berbasis pertanian menjadi
industry yang berbasis kepada kemampuan kreativitas telah memberikan tantangan
bagi perkembangan sektor industry pertanian Indonesia. Pemerintah telah
menetapkan kebijakan dan konsep ekonomi kreatif di sektor pertanian untuk
menghasilkan lingkungan yang tepat dalam mengembangkan industry pertanian yang
berdaya saing.
Kreativitas pada sektor industry susu nasional telah membuat
perubahan pada perkembangan industry susu nasional yang bergantung kepada impor
bahan baku susu bubuk, menjadi susu cair nasional. Hal ini telah
ditunjukkan oleh PT. Cisarua Mountain Diary dengan mengedepankan konsep
bisnisnya yang terpadu dan terintegrasi. Dari bisnis model yang dilakukan
terlihat bahwa perusahaan melakukan melakukan pertumbuhan yang adil (growth
with equity), integrasi bisnis secara vertikal, dan inovasi. Dalam
kerangka daya saing, maka upaya dan strategi perusahan tersebut adalah sesuai
dengan tahapan daya saing porter yaitu factor driven, efficiency driven dan innovation driven.
Berdasarkan perkembangan aktivitas bisnisnya, terlihat bahwa
perusahaan sangat percaya bahwa masih banyak peluang yang dapat dimanfaatkan
dalam industry susu nasional, untuk perkembangan produk maupun agrowisata
berbasis susu segar. Hal ini menunjukkan pelajaran bahwa, ekonomi kreatif
dapat menjadi dasar pertumbuhan ekonomi masyarakat di bidang pertanian atau
agribisnis.
Daftar Pustaka
Toffler, Alvin. 1980. The Third Wave. Morrow. USA
Howkins, John (2001), The Creative Economy: How People Make
Money From Ideas, Penguin
Arjakusuma ,Reza Satrya. 2011. ANALISIS
RANTAI NILAI INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU PT. CISARUA MOUNTAIN DAIRY, tbk. (cimory) . MB-IPB. Bogor
Suhartomo, Antonius, Yosef Manik, T. K. Gan, Dian T. Siahaan.
2010. CIMORY Dairy Products: Empowering Poor Dairy Farmers to
Do a Sustainable Business.
INDONESIA GLOBAL COMPACT NETWORK. President University. Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011. CV. Karya Cemerlang. Jakarta.
PT. Shiddiq Sarana Mulya. 2010. Kajian
Pengembangan Industri Pengolahan Susu Berbasis Susu Segar Dalam Negeri.Kementerian Perindustrian. Jakarta
Porter, M. (1990). The competitive advantage of nations. (New York:
The Free Press).
Porter, M., Sachs, J. & McArthur, J. (2002). Executive
summary: Competitiveness and stages of economic development. (In M. Porter, J.
Sachs, P.K. Cornelius, J.W. McArthur & K. Schwab (Eds.), The global
competitiveness report 2001-2002 (pp. 16-25). New York: Oxford University
Press.)
http://www.cimory.com/